Kamis, 07 Mei 2009

Teater Art Show

Lorong ini kutemukan di jembatan yang melintang di atas Bengawan Solo, sekitar lima kilometer ke arah timur dari pusat Kota Solo. Lorong yang selalu sepi, meski di dua sisinya melintas ribuan kendaraan berat-ringan, dari pagi hingga mentari kembali menyapa keesokan harinya.

Teater 6:40 am


Waktu Batu #3:, Jakarta 27-28 September 2004

Teater Garasi, Yogyakarta boleh disebut sebagai kelompok teater yang paling berpengaruh di Indonesia pada kurun 2000-an. Bukan sekadar tingkat pencapaian artistik semata yang menjadikan karya-karya Garasi mengundang decak kagum para publik seni Indonesia dan mancanegara.


Waktu Batu #3:, Jakarta 27-28 September 2004

Keseriusan anak-anak muda –yang dipimpin Yudi Ahmad Tajudin alias Ogleng, dalam menyikapi kesenianlah yang menjadikan kelompok ini laris diundang tampil di luar negeri. Dalam menyiapkan sebuah garapan, misalnya, mereka rela menghabiskan waktu berbulan-bulan hanya untuk menyiapkan naskah dan melakukan riset pendukung untuk memperkaya konsepnya.


Waktu Batu #3:, Jakarta 27-28 September 2004

Tak hanya riset pustaka, kelompok ini juga aktif mendiskusikan temuan mereka dengan sejumlah pakar, pelaku sejarah atau saksi peristiwa, selain antar-mereka sendiri: para aktor, kru artistik, penulis naskah dan sutradara. Yang paling tampak nyata menyita energi adalah ketika mereka menggarap lakon Waktu Batu, yang hingga repertoar Waktu Batu #3 (2004), mereka memerlukan waktu riset hingga lebih dari tiga tahun.


Waktu Batu #3:, Jakarta 27-28 September 2004

Sama dengan dua repertoar sebelumnya, Waktu Batu #1: Kisah-kisah yang Bertemu di Ruang Tunggu (2002) dan Waktu Batu #2:Ritus Seratus Kecemasan dan Wajah Siapa yang Terbelah (2003), Waktu Batu #3: Deus ex Machina dan Perasaan-perasaanku Padamu masih mendasarkan pada tiga tema dasar, yakni waktu, transisi dan identitas. Kegelisahan mereka akan waktu ditelusuri melalui riset dan reinterpretasi atas teks mitologi, yang dalam hal ini memfokuskan ruwatan Murwakala, yang dalam kosmologi Jawa diwujudkan dalam upaya-upaya menolak bala.


Waktu Batu #3:, Jakarta 27-28 September 2004

Sementara sejarah dijadikan sebagai acuan untuk membaca transisi dalam berbagai aspek kebudayaan manusia untuk menemukan identitas, yang potretnya bisa ditemukan pada kompleksnya problema modernitas di Indonesia. Maka, tak aneh lagi bila Teater Garasi dengan Waktu Batu #3: Deus ex Machina dan Perasaan-perasaanku Padamu ditunjuk sebagai ‘wakil teater’ Indonesia bersama Teater Kubur (Jakarta) untuk tampil dalam Art Summit Indonesia IV di Jakarta, akhir September 2004 bersama sejumlah kelompok-kelompok kesenian (teater, tari dan musik) papan atas dari berbagai negara.


Waktu Batu #3:, Jakarta 27-28 September 2004

Teater Garasi yang semula adalah Unit Kegiatan Mahasiswa di Fisipol Universitas Gadjah Mada, bisa disebut sebagai salah satu dari sedikit kelompok teater kampus yang berhasil membangun identitas, dan sukses dalam mensejajarkan diri dengan kelompok-kelompok teater ‘profesional’ papan atas di Indonesia. Maka, bukan hal aneh kalau karya yang sama diundang untuk dipertontonkan dalam Insomnia 48 di The Art House at The Old Parliament House, Singapura, sebulan kemudian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar